Tidak tampak..bukan berarti tidak ada..

Sunday, July 15, 2007

Takdir

Nasib, usaha, dan takdir bagaikan tiga bukit biru samar2 yang memeluk manusia dalam lena. Mereka yang gagal tak jarang menyalahkan aturan main Tuhan. Jika mereka miskin, mereka mengatakan bahwa Tuhan, melalui takdir-Nya, memang mengharuskan mereka miskin. Bukit-bukit itu membentuk konspirasi rahasia masa depan dan definisi yang sulit dipahami sebagian orang. Seseorang yang lelah berusaha menunggu takdir akan mengubah nasibnya. Sebaliknya, seseorang yang enggan membanting tulang menerima saja nasib yang menurutnya tak kan berubah karena semua telah ditakdirkan. Inilah lingkaran iblis yang umumnya melanda para pemalas. Tapi yang pasti, pengalaman selalu menunjukan bahwa hidup dengan usaha adalah mata yang ditutup untuk memilih buah-buahan dalam keranjang. Buah apapun yang didapat, kita tetap mendapat buah. Sedangkan hidup tanpa usaha adalah mata yang ditutup untuk mencari kucing hitam didalam kamar gelap dan kucingnya tidak ada.

Menurut Quraish Shihab, Takdir berasal dari kata qadr, yakni kadar, ukuran, dan batas. Segala sesuatu dari yang terbesar hingga yang terkecil, ada takdir yang ditetapkan Tuhan atasnya (lihat QS 65:3). Matahari beredar ditempat peredarannya, itulah takdir Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui, begitu juga dengan bulan (lihat QS 36:38). Rumput hijau atau yang hangus terbakarpun berlaku atasnya takdir Tuhan (lihat QS 87:4-5). Bagaimana ia tumbuh subur, mengapa ia kering, berapa kadar kekeringannya, kesemuanya itu ukurannya telah ditetapkan oleh Allah. Itulah takdir atau sunatullah yang menurut para rasionalis disebut sebagai hukum2 (Tuhan yang berlaku di) alam.

Manusia mempunyai takdir sesuai dengan ukuran yang diberikan oleh Allah atasnya. Makhluk ini tidak dapat terbang seperti burung. Ini adalah takdir-Nya atau ukuran kemampuan yang ditetapkan Tuhan atasnya. Disamping itu, manusia berada dalam lingkungan takdir, sehingga apa yang dilakukanya tidak terlepas dari hukum2 dengan aneka kadar ukurannya itu.

Harus diingat bahwa hukum2 itu banyak, dan kita diberi kemampuan untuk memilih-tidak seperti matahari dan bulan, misalnya. Kita dapat memilih (dengan melibatkan potensi akal, jasad, dan hati-red) yang mana diantara takdir (ukuran2) yang ditetapkan Tuhan yang kita ambil.

Umar bin Khaththab membatalkan rencana kunjungannya ke satu daerah karena mendengar adanya wabah di daerah tersebut. Beliau ditanya: ’Apakah Anda menghindar dari takdir Tuhan?”, Umar menjawab: ”Saya menghindar dari takdir satu ke takdir yang lain”.
Berjangkitnya penyakit akibat wabah merupakan takdir Tuhan. Bila menghindar sehingga terbebas dari wabah, ini juga takdir. Kalau begitu ada takdir baik dan takdir buruk. Tetapi ingat, kita diberi takdir untuk memilih.


Nasib adalah setiap deretan titik-titik yang dilalui sebagai akibat dari setiap gerakan2 konsisten usahanya, dan takdir adalah ujung titik2 itu.

Sumber tulisan:
1. Shihab, Quraish. 1994. Lentera hati. Bandung: Mizan. h. 98
2. Hirata, Andrea. 2005. Laskar pelangi. Yogyakarta: Bentang.

1 comment:

taufik said...

Subhanalloh tulisannya..
berbobot..
mkasih ya.. mengingatkan..
nv yg buat?
nuhun..