..Belakangan ini, si ce akan dilamar oleh teman laki-lakinya yang lain. Dengan niat ingin menyempurnakan ibadah, ada pihak yang siap menikahi, restu orang tua sudah ditangan dan si co pun mengikhlaskan (karena si co hanya ingin melihat ce-nya bahagia meskipun bukan dia yang membahagiakannya), si ce akhirnya mengambil keputusan..
Ya ampyuuun, gemes ga sih ama co-nya, aneh deh..Si co ingin membahagiakan ce-nya, tapi standar kebahagian yang dia ambil bukan kebahagiaan dari ce itu sendiri. Meskipun si ce sudah menjelaskan kebahagiaan menurut dirinya, namun tidak bisa merubah pandangan si co. Akhirnya tidak ada titik temu dari definisi kebahagiaan bagi mereka. Keras kepala banget ya.. Harusnya kan penetapan definisi/keputusan yang diambil antara 2 org itu yang ditengah2 (yang satu nurunin standar bahagianya, yang lain naikin standar bahagianya, sampe ada titik temu) jadi hasilnya bisa diterima dan disepakati oleh kedua belah pihak, kalau perlu ada komitmen bersama untuk menanggung bersama apapun akibat yang terjadi setelah kesepakatan itu diambil. Kan enak tuh kalo gitu, ga ada yang egois, masing2 tinggal bertanggung jawab ama komitmennya. Ga mudah memang utk mengambil keputusan, keberanian dan kematangan berpikir mutlak diperlukan.. Hhh ini kali yang dimaksud dengan ”bukan jodoh”, meskipun mereka saling mencintai.. yaah, semoga kita bisa ngambil pelajaran dari ini, dan kita doakan saja si co jadi lebih dewasa dan bijaksana setelah kejadian ini..
Eh, jadi kepikiran juga, sudahkah standar ibadah kita sama dengan apa yang Tuhan inginkan? :D jd bahan renungan sendiri deh